KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat
Tuhan yang maha Esa sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Teori Sastra, dengan harapan
berguna bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.
Dalam penulisan makalah ini saya ucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, khususnya kepada Ibu Intan Maulina,S.Pd.,M.S selaku
dosen pengampu mata kuliah Teori Sastra. Saya merasa masih banyak kekurangan, baik pada
teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran yang positif dari
semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini dan
pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.sekian dan
terimakasih.
Penulis
SARMALENNI NAINGGOLAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Karya sastra sebagai karya kreatif
tentu saja membuka peluang bagi kita untuk berinovasi dan berkreasi dalam ruang
yang lebih bebas dan luas.Bebas dan luas dalam hal ini bukan berarti tanpa
aturan dan batas, Sastra memberikan peluang kepada kita untuk bermain di
wilayah-wilayah abu-abu atau perbatasan. Kita dapat bermain melawan struktur
tata bahasa yang biasa kita gunakan di dalam jenis tulisan lain nonsastra.Akan
tetapi, karya sastra tentu harus memiliki keterbacaan di dalam kadar tertentu.
Oleh sebab itu, ia memiliki aturan-aturan, dan tentu saja tata bahasa di
dalamnya. Ketika kita membaca sebuah novel, cerpen, drama, bahkan puisi
sekalipun, tentu di dalamnya ada persoalan tata bahasa.Akan tetapi, karena
sastra merupakan tindak bahasa kreatif, penggunaan tata bahasa di dalam karya
sastra tidak sekaku di dalam karya ilmiah atau karya lain nonfiksi.
Cerpen yang baik, misalnya, tentu ia
harus memiliki keterbacaan yang sangat tinggi. Dalam sudut pandang bahasa, ia
harus terdiri atas kalimat-kalimat lengkap yang memiliki makna utuh yang dapat
dicerna pembaca, memiliki kohesi dan koherensi antarkalimat dan antarparagraf.
Memiliki kohesi artinya memiliki kesinambungan yang ditandai dengan
konjungsi.Memiliki koherensi artinya memiliki makna yang berkelanjutan dan
runut antarkalimat dan paragraf-paragrafnya.Di dalam cerpen bergenre surealis
sekalipun, hal-hal ini harus tetap terpenuhi.Misalnya karya-karya Danarto (di dalam
kumpulan cerpen Godlob, Adam Makrifat) sekalipun.Karya-karya
tersebut memiliki keterbacaan yang tinggi karena memenuhi ketentuan tata bahasa
yang baik.
Hal ini bisa kita lihat di dalam
puisi sekalipun.Penyair di dalam menulis puisi memang memiliki licentia
poetica atau hak untuk melanggar tata bahasa.Akan tetapi, hal ini bukan
berarti bahwa para penyair tidak memahami tata bahasa. Para penyair melakukan
atau menggunakan hak licentia poetica karena mereka memahami betul tata
bahasa dan penggunaan bahasa yang baik seperti apa.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Kaidah
Sastra?
2.
Bangaimanakah kreativitas dalam Kaidah
Sastra?
3.
Bangaimanakah Tegangan (Suspense) dalam
Kaidah Sastra?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui pengertian Kaidah Sastra.
2.
Mengetahui kreativitas dalam Kaidah
Sastra.
3.
Mengetahui Tegangan (Suspense) dalam
Kaidah Sastra.
D. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan di atas dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat luas. Sehingga mengetahui pengertian kaidah sastra, mengetahui kreativitas dalam kaidah sastra, dan mengetahui tegangan (suspense) dalam kaidah sastra.
BAB
II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR SASTRA
Sastra merupakan salah satu hasil
dari cipta, rasa dan karsa manusia.Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah
karya seni.Keberadaan sastra dalam kehidupan manusia telah menyedot perhatian
dari para penikmat seni.Sebagai salah satu seni, sastra memiliki konsep dasar
yang menjadikan sastra berbeda dengan seni lainnya. Ada empat konsep yang akan
dibahas dalam makalah ini, yaitu: (1)
kaidah sastra; (2) kreativitas; dan (3) tegangan(suspense); . Ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut ini.
1.
Kaidah Sastra
Waluyo, (1994: 56-58) mengatakan bahwa kaidah sastra atau daya tarik sastra terdapat pada unsur-unsur karya sastra tersebut.Pada karya cerita fiksi, daya tariknya terletak pada unsur ceritanya yakni cerita atau kisah dari tokoh-tokoh yang diceritakan sepanjang cerita yang dimaksud.Selain itu, faktor bahasa juga memegang peranan penting dalam menciptakan daya pikat.Kemudian gayanya dan hal-hal yang khas yang dapat menyebabkan karya itu memikat pembaca. Khusus pada cerita fiksi, ada empat hal lagi yang membantu menciptakan daya tarik suatu cerita rekaan, yaitu: (1) kreativitas; (2) tegangan (suspense); (3) konflik; dan (4) jarak estetika. Uraian keempatnya sebagaimana dikutip dari Waluyo (1994:58-60) berikut ini.
Waluyo, (1994: 56-58) mengatakan bahwa kaidah sastra atau daya tarik sastra terdapat pada unsur-unsur karya sastra tersebut.Pada karya cerita fiksi, daya tariknya terletak pada unsur ceritanya yakni cerita atau kisah dari tokoh-tokoh yang diceritakan sepanjang cerita yang dimaksud.Selain itu, faktor bahasa juga memegang peranan penting dalam menciptakan daya pikat.Kemudian gayanya dan hal-hal yang khas yang dapat menyebabkan karya itu memikat pembaca. Khusus pada cerita fiksi, ada empat hal lagi yang membantu menciptakan daya tarik suatu cerita rekaan, yaitu: (1) kreativitas; (2) tegangan (suspense); (3) konflik; dan (4) jarak estetika. Uraian keempatnya sebagaimana dikutip dari Waluyo (1994:58-60) berikut ini.
Bahasa
Indonesia memiliki kaidah ejaan dan pembentukan istilah yang sudah
distandarkan, kaidah pembentukkan kata yang sudah tepat itu dianggap sudah
baku, namun dalam pelaksananya(kehidupan sehari-hari) patokan itu belum mantap.
Masih banyak orang yang bertanya-tanya berbahasa Indonesia yang baik dan benar itu yang bagaimana?
Orang yang berbahasa, dengan maksud hati mencapai sasarannya, apapun jenisnya dianggap sudah berbahasa dengan efektif.Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik dan benar.Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Dalam kegiatan tawar-menawar dipasar misalnya penggunaan ragam bahasa baku hanya akan menimbulkan keheranan dan kegelian. Oleh karena itu mungkin saja kita berbahasa yang baik tapi belum tentu benar.Anjuran agar kita berbahasa yang baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang baik.
Masih banyak orang yang bertanya-tanya berbahasa Indonesia yang baik dan benar itu yang bagaimana?
Orang yang berbahasa, dengan maksud hati mencapai sasarannya, apapun jenisnya dianggap sudah berbahasa dengan efektif.Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik dan benar.Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Dalam kegiatan tawar-menawar dipasar misalnya penggunaan ragam bahasa baku hanya akan menimbulkan keheranan dan kegelian. Oleh karena itu mungkin saja kita berbahasa yang baik tapi belum tentu benar.Anjuran agar kita berbahasa yang baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang baik.
2. Kreativitas
Kreativitas dapat menjadikan seorang penulis mampu
memunculkan ide-ide baru dan mengolah ide itu sehingga menjadi ide yang matang
dan utuh.Dengan daya kreativitas, seorang penulis selalu mendayagunakan
pemakaian bahasa agar karya-karyanya berbeda dengan karya-karya sebelumnya.
Dengan daya kreativitas, seorang penulis dapat memanfaatkanpengetahuan
bersastranya untuk menghasilkan karya sastra yang berciri lain.
Kreativitas
bisa mengacu pada pengertian hasil yang baru, berbeda dengan yang pernah ada
(Roekhan, 1991).Misalnya, puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan
ciri-ciri yang berbeda dengan karya-karya sebelumnya.Banyak yang mengira bahwa
kreativitas itu banyak ditentukan oleh bakat dan kemampuan bawaan. Ini tidak
sepenuhnya benar, karena kreativitas ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur
seperti:
ü kemampuan berpikir kritis,
ü kepekaan emosi,
ü bakat,
ü dayaimajinasi.
Dengan berpikir kritis orang tidak mudah merasa puas dengan
apa yang telah ada. Dengan berpikir kritis, jiwa akan hidup karena didorong
terus untuk mencari kemungkinan-kemungkian lain. Kepekaan emosi menjadikan
penyair dapat merasakan sesuatu yang terjadi di sekitarnya.Bakat dapat
memperkuat daya kreativitas seseorang tetapi bukan satu-satunya unsur yang
menentukan. Sebab, bakat tidak akan berarti jika tidak diasah dan dilatih terus
menerus. Daya imajinasi memungkinkan seorang penyair menciptakan sebuah
gambaran yang utuh dan lengkap dalam fantasinya.
TahapanKreativitas terdiri atas beberapa tahap, antara lain:
ü pemunculan ide,
ü pengembangan ide,dan
ü penyempurnaan ide.
Kunci utama yang harus disiapkan oleh penulis adalah ide
(Kinoysan, 2007).
Ide sering muncul di sembarang tempat dan waktu.Munculnya ide tidak dapat diramalkan.Ide sering melintas dengan cepat dan menghilang lagi.Untuk itu ide yang ditangkap harus segera dicatat.Pencatatan ide harus dilakukan secara rinci. Ide yang muncul dalam benak penulis dapat berupa pengalaman dan pengetahuan sendiri atau pengalaman orang lain. Pengalaman dan pengetahuan tersebut bisa berkenaan dengan bidang keagamaan, kesenian, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain.
Ide sering muncul di sembarang tempat dan waktu.Munculnya ide tidak dapat diramalkan.Ide sering melintas dengan cepat dan menghilang lagi.Untuk itu ide yang ditangkap harus segera dicatat.Pencatatan ide harus dilakukan secara rinci. Ide yang muncul dalam benak penulis dapat berupa pengalaman dan pengetahuan sendiri atau pengalaman orang lain. Pengalaman dan pengetahuan tersebut bisa berkenaan dengan bidang keagamaan, kesenian, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain.
Ide juga dapat muncul dengan cara dirangsang. Beberapa cara
yang dapat digunakan untuk merangsang pemunculan ide antara lain:
a.
mempelajari ide orang lain,
b.
meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman,
c.
menciptakan suasana yang menunjang
(santai, bebas dari rasa malu dan takut),
d.
merenung,
e.
sering berlatih,dan
f.
terus berlatih berpikir kritis dan
asosiatif (Roekhan, 1991:9).
Pengembangan
ide dapat dibantu dengan:
ü melakukan perincian,
ü banyak membaca,
ü menambah pengalaman,
ü banyak merenung,
ü banyak melakukan diskusi, dan
ü mengamati sesuatu secara langsung.
Ide yang samar-samar dan tidak lengkap dapt dirinci
unsur-unsurnya.Masing-masing unsur kemudian dijabarkan lagi sehingga ide
menjadi lebih jelas dan sempurna.Bacaan memperkaya wawasan seseorang. Melalui
bacaan seseorang dapat mengetahui apa saja yang mungkin tidak dialaminya secara
langsung. Ide yang samar-samar dapat diperjelas dengan cara terjun langsung
dalam kehidupan yang akan digambarkan. Dengan merenung orang akan mengungkap
kembali seluruh pengetahuan dan pengalamannya yang relevan dengan ide yang
sedang digarapnya. Diskusi merupakan ajang saling bertukar pengetahuan dan
pengalaman, sehingga suatu ide menjadi lebih jelas karena ditinjau dari
berbagai sudut pandang.Dengan mengamati secara langsung orang daapt melihat
suatu objek dengan lebih jeli dan lengkap.
Ide
yang dilahirkan biasanya tidak langsung utuh dan sempurna.Untuk itu seorang
penulis harus membaca kembali karya yang dihasilkan dan bila perlu memperbaiki
karyanya itu. Untuk menyempurnakan ide penulis dapat melakukannya sendiri atau
menyuruh orang lain untuk membaca dan memperbaikinya.
3. Tegangan (suspense)
Tidak mungkin ada daya tarik tanpa
menciptakan tegangan dalam sebuah cerita.Jalinan cerita yang menimbulkan rasa
ingin tahu yang besar dari pembaca merupakan tegangan cerita itu.Tegangan
bermula dari ketidakpastian cerita yang berlanjut, yang mendebarkan bagi
pembaca /pendengar cerita. Tegangan menopang keingintahuan pembaca akan
kelanjutan cerita. Tegangan diakibatkan oleh kemahiran pencerita di dalam
merangkai kisah seperti yang sudah dikemukakan di depan.
Tanpa tegangan, cerita tidak memikat.penulis/pencerita yang mahir akan memelihara tegangan itu, sehingga mampu mempermainkan hasrat ingin tahu pembaca. Bahkan kadang¬kadang segenap pikiran dan perasaan pembaca terkonsentrasikan ke dalam cerita itu, karena kuatnya tegangan yang dirangkai oleh sang penulis. Dalam menjawab hasrat ingin tahu pembaca/ pendengar, penulis/pencerita memberikan jawaban-jawaban yang mengejutkan. Tinggi rendahnya kadar kejutan itu bergantung dari kecakapan dan kreativitas pengarang. Penga¬rang-pengarang cerita rekaan besar seperti Agata Christie, Sherlock Holmes, Pramudya Ananta Toer, dan sebagainya mampu mencip¬takan jawaban-jawaban cerita yang penuh kejutan sehingga cerita¬nya memiliki suspense yang memikat.
Dalam sastra, kata-kata tidak berperan sebagai pembentuk pernyataan logis-kognitif, melainkan sebagai kuas untuk melukis, citra untuk merangsang imajinasi atau sensasi, permainan simbol yang menyeret kita masuk dan merasakan kompleksitas pengalaman.Itu pendapat kelompok New Criticism Amerika, yang saya kira penting.Dan ini agak paralel dengan arah kaum Post-strukturalis yang melihat kekuatan karya sastra dalam subversi logikanya, dalam percampuran kode semiotisnya yang tak terduga, dalam pergeseran-pergeseran makna yang dimainkannya lewat dialog, monolog atau narasi.
Tanpa tegangan, cerita tidak memikat.penulis/pencerita yang mahir akan memelihara tegangan itu, sehingga mampu mempermainkan hasrat ingin tahu pembaca. Bahkan kadang¬kadang segenap pikiran dan perasaan pembaca terkonsentrasikan ke dalam cerita itu, karena kuatnya tegangan yang dirangkai oleh sang penulis. Dalam menjawab hasrat ingin tahu pembaca/ pendengar, penulis/pencerita memberikan jawaban-jawaban yang mengejutkan. Tinggi rendahnya kadar kejutan itu bergantung dari kecakapan dan kreativitas pengarang. Penga¬rang-pengarang cerita rekaan besar seperti Agata Christie, Sherlock Holmes, Pramudya Ananta Toer, dan sebagainya mampu mencip¬takan jawaban-jawaban cerita yang penuh kejutan sehingga cerita¬nya memiliki suspense yang memikat.
Dalam sastra, kata-kata tidak berperan sebagai pembentuk pernyataan logis-kognitif, melainkan sebagai kuas untuk melukis, citra untuk merangsang imajinasi atau sensasi, permainan simbol yang menyeret kita masuk dan merasakan kompleksitas pengalaman.Itu pendapat kelompok New Criticism Amerika, yang saya kira penting.Dan ini agak paralel dengan arah kaum Post-strukturalis yang melihat kekuatan karya sastra dalam subversi logikanya, dalam percampuran kode semiotisnya yang tak terduga, dalam pergeseran-pergeseran makna yang dimainkannya lewat dialog, monolog atau narasi.
Pemikiran
dan inspirasi baru muncul kembali setiap kali hanya karena cara
memperkatakannya yang berbeda, karena sudut pandang yang digunakan, karena
imaji-imaji tak lazim yang dimainkannya. Imajinasi manusia yang teramat kaya
setiap kali menemukan cara uniknya sendiri yang berbeda untuk mengungkapkan
kebenaran terdalam yang sama, kebenaran yang mungkin abadi, kendati juga selalu
tersembunyi.
Banyak
cerpen yang keasyikan terhanyut dalam pergumulan konseptual sehingga pengemasan
dalam bahasa dan pengorganisasian komponen-komponennya tak cukup
tergarap.Akibatnya, cerpen-cerpen itu, kendati secara intelektual tampak cerdas
dan sesekali mengejutkan, toh tidak sungguh menyengat perasaan, tidak
menggelembungkan imajinasi ataupun menggedor kesadaran.Kekuatan cerpen bisa
diletakkan pada daya puitiknya. Puitik dalam artian : hemat, tepat dan dasyat.
Artinya, kemampuan melahirkan sugesti dasyat lewat konstruksi linguistik
singkat ; menimbulkan efek maksimal dengan upaya minimal. ‘Puitik’ bisa berarti
pula melukiskan tanpa menjelaskan, atau juga cerdik membetot suatu fenomen ke
ruang dalamnya yang paling pelik, dan sebaliknya, ke ruang luarnya yang paling
kosmik, hanya dengan menggenjot efisiensi dan kekuatan kata. Cerpen bukanlah
novel. Sifatnya yang pendek justru memaksa penulis untuk menimbulkan efek
maksimal dengan cara minimal.
Puitik
bersandar pada kecerdikan mengambil sudut pandang, menata alur, dan melukiskan
interioritas dan suasana secara dasyat lewat bahasa sederhana, tanpa frasa
keriting yang pelik, tanpa pelintiran kata yang mengada-ada.Puitik lantas
adalah soal kecerdasan penggunaan tanpa batas sistem linguistik yang serba
terbatas.Puitisasi bisa juga dilakukan dengan siasat surealis, yaitu meletakkan
semua komponen pada latar situasi yang tak masuk akal, serupa alam
impian.Keuntungan strategis macam ini adalah bahwa penulis mempunyai peluang
lebih bebas untuk menciptakan suasana, alur, maupun karakter semaunya, tanpa
terlampau terikat hukum logika.
Cerpen
bisa pula memberi tekanan pada suasana yang bersifat impresionis :
kelebatan-kelebatan kesan yang melayang, tetapi meninggalkan jejak-jejak
misteri yang menawan dan mendalam.Menulis cerpen tampaknya memang bisa lebih
berat daripada menulis novel, sekurang-kurangnya dalam hal menyiasati berbagai
komponen (alur, karakter, konflik, suspens, gagasan dan sebagainya) menjadi
bentukan yang ringkas, padat, tepat dan berefek dasyat.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa
kaidah sastra mencakup beberapa unsur penting: 1). kreativitas, 2). Tegangan (suspense), 3).Konflik, dan 4) jarak estetika.
1) Kreativitas bisa mengacu pada
pengertian hasil yang baru, berbeda dengan yang pernah ada. Kreativitas terdiri
atas beberapa tahap, antara lain: a) pemunculan ide, b) pengembangan ide, dan
c) penyempurnaan ide. 2)
Tegangan (suspense). Tanpa tegangan, cerita tidak memikat.penulis/pencerita
yang mahir akan memelihara tegangan itu, sehingga mampu mempermainkan hasrat
ingin tahu pembaca. Bahkan kadang¬kadang segenap pikiran dan perasaan pembaca
terkonsentrasikan ke dalam cerita itu, karena kuatnya tegangan yang dirangkai
oleh sang penulis
Penulis karya sastra harus mempunyai bekal kemampuan bahasa
yang memadai. Untuk mengembangkan kemampuan bahasa dapat dilakukan dengan cara;
1) mengembangkan kosakata, 2) mengembangkan penguasaan kaidah bahasa, dan 3)
mengembangkan pengetahuan makna.Kemampuan seorang penulis tentang seluk beluk
karya sastra akan mempermudah penulisan karya sastra, baik puisi, prosa
(cerpen, novel, roman), maupun drama. Untuk meningkatkan kemampuan sastra
seseorang dapat dilakukan dengan cara: 1) meningkatkan kemampuan apresiasi terhadap suatu karya
sastra, 2)
mengikuti kegiatan bersastra, 3) melakukan kritik karya sastra, 4) meningkatkan pengetahuan sastra,
dan 5) menulis sastra.
Saran
Saran penulis diakhir makalah ini yaitu
setiap orang seharusnya banyak mempelajari tentang kaidah sastra. Pengetahuan seseorang tentang karya
sastra dapat meningkatkan kemampuan apresiasi dan kritik terhadap suatu karya sastra. Pengetahuan
ini dapat diperoleh dengan dua cara yaitu mempelajari buku-buku teori sastra,
dan banyak membaca karya sastra serta banyak membaca tulisan-tulisan kritik
sastra.Menulis jika sering
dilakukan, dapat memperlancar seseorang dalam mengungkapkan idenya. Semakin
sering ia menulis, maka seorang penulis akan merasakan bahwa ide yang
ditulisnya seolah mengalir dan tertata dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Menulis; Sebagai Suatu
Ketrampilan Berbahasa. Bandung Angkasa.